Berita

Lombok Tengah Genjot Operasi Genting (Optimalisasi Pemanfaatan Data Keluarga Resiko Stunting Dalam Pencegahan Stunting) tahun 2025: Pemanfaatan Data KRS Jadi Senjata Utama Tekan Stunting
Blog Single

Lombok Tengah Genjot Operasi Genting (Optimalisasi Pemanfaatan Data Keluarga Resiko Stunting Dalam Pencegahan Stunting) tahun 2025: Pemanfaatan Data KRS Jadi Senjata Utama Tekan Stunting

Lombok Tengah, 18 November 2025 - Upaya percepatan penurunan stunting di Kabupaten Lombok Tengah memasuki tahap penguatan dengan digelarnya kegiatan Operasi Genting 2025, yang berfokus pada Optimalisasi Pemanfaatan Data Keluarga Risiko Stunting (KRS). Pertemuan yang berlangsung di Ballroom Gedung B Lantai 5 Pusat Pemerintahan Lombok Tengah, Selasa (18/11), ini dihadiri oleh jajaran pemerintah daerah, tenaga kesehatan, kader posyandu, organisasi perempuan, serta lembaga sosial yang bergerak di isu stunting.

Wakil Bupati Lombok Tengah, Dr. H.M. Nursiah, S.Sos., M.Si., dalam sambutannya menegaskan bahwa percepatan penurunan stunting membutuhkan strategi komprehensif dan kolaborasi lintas sektor.

“Meningkatkan kesadaran masyarakat, memperkuat strategi percepatan, serta memastikan kualitas pelayanan kesehatan dan gizi bagi ibu hamil, balita, remaja putri, hingga calon pengantin adalah fondasi yang tidak bisa ditawar,” ujar Nursiah.

Ia menambahkan, kerja bersama termasuk dengan sektor swasta menjadi instrumen penting menekan angka stunting secara berkelanjutan.

PLT Kepala BP3AP2KB Lombok Tengah, Kusriadi, SKM., M.Kes., menyoroti pentingnya pendekatan berbasis data KRS sebagai dasar perencanaan intervensi. Menurutnya, pencegahan stunting tidak dapat hanya bertumpu pada pemerintah. “Kita perlu bermitra dengan swasta dan berbagai lembaga untuk menguatkan upaya pencegahan. Data KRS menjadi potret penting untuk memastikan intervensi tepat sasaran,” ungkapnya.

Kepala Bidang AP2M Bapperida, Sri Mulyana Widiastuti, memaparkan tren perubahan angka stunting berdasarkan data SSGI. Lombok Tengah tercatat berada pada 17% di tahun 2023, melonjak ke 36% pada 2024, dan kembali menurun ke 24,9% pada 2025.

Widiastuti menegaskan bahwa pencapaian target 10% dalam 10 tahun ke depan adalah tantangan besar yang hanya bisa dijawab melalui kerja bersama. “Jika semua bergerak, berkolaborasi, dan menjalankan perannya secara aktif, insya Allah target ini tercapai. Aplikasi Bangda harus diisi dengan benar dari tingkat desa, puskesmas, hingga OPD,” ujarnya.


Ia mengingatkan bahwa penilaian kinerja stunting dilakukan setiap tahun oleh provinsi dan pemerintah pusat, sehingga ketepatan data menjadi sangat krusial.

Kepala Dinas Sosial Lombok Tengah, H. Masnun, S.Pd., M.Pd., menuturkan bahwa Program P2K2 terus digencarkan untuk meningkatkan kemampuan keluarga penerima manfaat (KPM) dalam mengelola aspek kesehatan, gizi, hingga ekonomi rumah tangga.

Ia juga menyampaikan adanya verifikasi ketat terhadap data penerima bantuan sosial. “Kami bersama Kementerian Sosial dan Pertamina melakukan pengecekan NIK. Jika penerima bantuan terbukti memiliki mobil atau kendaraan pribadi, maka akan dikeluarkan dari daftar. Namun data NIK mereka kami jaga kerahasiaannya,” tegas Masnun.

Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat Dinas Pemberdayaan Desa, Baiq Tisnawati, S.Sos., M.E., menjelaskan bahwa pemerintah desa telah memiliki landasan hukum melalui Perbup No. 5 Tahun 2024 untuk menetapkan prioritas penanganan stunting.

Ia memaparkan berbagai langkah promotif dan preventif di desa, seperti pelatihan kesehatan ibu dan anak, konseling gizi, pemberian makanan tambahan berbasis pangan lokal, penyediaan air bersih, serta pencegahan perkawinan dini. “Dana desa tahun 2025 diprioritaskan untuk infrastruktur layanan dasar, ketahanan pangan, serta pemberdayaan ekonomi lokal. Kader posyandu dan kader pembangunan manusia terus kami tingkatkan kapasitasnya,” ujarnya.

Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Lombok Tengah, dr. H. Nasrullah, menekankan bahwa pencegahan stunting harus dimulai sejak remaja. Ia menyoroti pentingnya konsumsi tablet tambah darah (TTD), pemeriksaan kehamilan minimal enam kali, serta pemantauan tumbuh kembang balita. “Bayi harus mendapatkan ASI eksklusif, anak 6–23 bulan harus menerima MP-ASI yang tepat, dan balita wajib memperoleh imunisasi lengkap. Kita juga mendorong semua desa bebas dari BABS,” katanya.

Ia menegaskan bahwa keberhasilan percepatan penurunan stunting hanya mungkin dicapai dengan partisipasi semua pihak.


Pertemuan Operasi Genting 2025 menjadi momentum memperkuat sistem informasi dan koordinasi lintas sektor. Pemanfaatan data KRS dianggap sebagai pijakan penting untuk menentukan intervensi yang tepat dan menyeluruh pada setiap keluarga berisiko.

Dengan keterlibatan OPD, puskesmas, pemerintah desa, kader posyandu, hingga organisasi perempuan, Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah optimistis bahwa target jangka panjang untuk menekan prevalensi stunting secara signifikan dapat tercapai.

Operasi Genting disebut bukan hanya sebuah program, tetapi gerakan bersama menuju generasi Lombok Tengah yang lebih sehat dan berkualitas.


Related Posts: